Kemosintesis : Reaksi Redoks Yang Terjadi Di Dasar Laut Dalam
Laut bagian atas selalu mendapatkan sinar matahari. Oleh karena itu banyak binatang seperti ikan dan tumbuhan laut yang hidup didalamnya. Mereka memanfaatkan sinar matahari untuk melakukan reaksi redoks dalam bentuk fostosintesis untuk menghasilkan makanan agar kehidupan mereka berlangsung.
Semakin dalam ke dasar laut, sinar matahari yang dapat menebus lautan pun akan semakin sedikit. Bahkan pada dasar laut – laut dalam, tidak ada sinar matahari yang mampu mencapainya. Hal ini akan menciptakan lingkungan yang sangat gelap dan dingin di bagian dasar laut tersebut.
Lalu, apakah mungkin ada kehidupan didalam sana? Banyak makhluk yang hidup dipermukaan memanfaatkan reaksi redoks untuk keberlangsungan hidup. Seperti manusia, menghirup oksigen untuk bernafas dan memecah makanan yang dikonsumsi untuk menghasilkan energi. Atau tanaman yang menyerap cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis dan menghasilkan makanan sendiri.
Di dasar laut yang sangat dalam, yang tidak terdapat cahaya matahari dan oksigen, dan didasarnya terdapat banyak lubang – lubang menganga yang mengeluarkan air mendidih yang sangat beracun yang mengandung hidrogen sulfida dan logam – logam sulfida berat, ternyata masih ada kehidupan yang dapat bertahan didalamnya.
Salah satu yang paling menarik dan ada hubungannya dengan kimia adalah spesies cacing yang tidak memiliki mulut yang disebut dengan gutless tubeworm. Cacing ini bisa hidup karena didalam tubuhnya terdapat bakteri yang mampu menyediakan energi melalui reaksi oksidasi ion hidrogen sulfida menjadi ion sulfat.
Reaksi yang terjadi adalahs ebagai berikut :
H2S(aq) + 4 H2O(l) ==> SO42-(aq) + 9H+(aq) + 8e
Proses reaksi diatas disebut dengan kemosintesis.
Energi yang dihasilkan oleh bakteri lewat proses kemosintesis digunakan oleh cacing – cacing ini untuk mengubah air laut yang didalamnya terlarut karbon dioksida menjadi molekul karbon kompleks dalam tubuhnya.
Untuk setiap mol ion hidrogen sulfida yang di konsumsi/diubah melalu proses kemosintesis maka akan dihasilkan 9 mol ion hidrogen (H+/ hidronium). Sementara cacing – cacing ini harus menciptakan proses biokimia yang efisien, ia juga harus mengeluarkan kelebihan H+(asam) yang telah diproduksi. Jika tidak mereka tentu akan mati karena pH yang sangat rendah.
Cacing – caing ini dapat bertahan dalam lingkungan yang mengandung hidrogen sulfida bercaun dengan cara memilih menyerap ion hidrogen sulfida dibandingkan molekulnya. Ion H2S tersedia dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan molekul hidrogen sulfida sebagai akibat dari reaksi kesetimbangan asam – basa berikut ini :
H2S(aq) + H2O(l) <==> H3O+(aq) + HS-(aq) Ka = 9,5 x 10-8
Penelitian juga menunjukkan bahwa cacing – cacing ini ternyata tidak bisa bertahan jika dibawa ke permukaan karena mereka akan langsung mati.
Untuk mempermudah penelitian, maka para beneliti dari Universitas California, Amerika Serikat telah membuat aquarium yang memiliki kondisi yang sama seperti di bawah laut yaitu memiliki tekanan tinggi, suhu yang rendah dan mengandung karbon dioksida, hidrogen sulfida dan oksigen dalam jumlah yang cukup sebagai makanan cacing – cacing ini.
Jika aquarium ini benar – benar bisa dibuat, maka para ahli akan memiliki banyak kesempatan untuk meneliti lebih lanjut tentang proses kimia yang terjadi pada cacing – cacing ini atau makhluk laut dalam lainnya.
Para peneliti juga menemukan hal lain yang menarik yaitu diduga bahwa organisme – organisme pertama yang hidup dipermukaan bumi, menggunakan proses yang sama dengan cacing – cacing dasar laut dalam ini untuk bertahan hidup. Hal ini didasarkan pada kondisi yang sama antara dasarlaut dalam dengan bumi pada zaman dahulu.
Wah menarik ya! Ternyata kimia itu tidak hanya ada di permukaan tetapi juga ada jauh ke dasar laut yang dalam.
Semakin dalam ke dasar laut, sinar matahari yang dapat menebus lautan pun akan semakin sedikit. Bahkan pada dasar laut – laut dalam, tidak ada sinar matahari yang mampu mencapainya. Hal ini akan menciptakan lingkungan yang sangat gelap dan dingin di bagian dasar laut tersebut.
Lalu, apakah mungkin ada kehidupan didalam sana? Banyak makhluk yang hidup dipermukaan memanfaatkan reaksi redoks untuk keberlangsungan hidup. Seperti manusia, menghirup oksigen untuk bernafas dan memecah makanan yang dikonsumsi untuk menghasilkan energi. Atau tanaman yang menyerap cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis dan menghasilkan makanan sendiri.
Di dasar laut yang sangat dalam, yang tidak terdapat cahaya matahari dan oksigen, dan didasarnya terdapat banyak lubang – lubang menganga yang mengeluarkan air mendidih yang sangat beracun yang mengandung hidrogen sulfida dan logam – logam sulfida berat, ternyata masih ada kehidupan yang dapat bertahan didalamnya.
Salah satu yang paling menarik dan ada hubungannya dengan kimia adalah spesies cacing yang tidak memiliki mulut yang disebut dengan gutless tubeworm. Cacing ini bisa hidup karena didalam tubuhnya terdapat bakteri yang mampu menyediakan energi melalui reaksi oksidasi ion hidrogen sulfida menjadi ion sulfat.
Reaksi yang terjadi adalahs ebagai berikut :
H2S(aq) + 4 H2O(l) ==> SO42-(aq) + 9H+(aq) + 8e
Proses reaksi diatas disebut dengan kemosintesis.
Energi yang dihasilkan oleh bakteri lewat proses kemosintesis digunakan oleh cacing – cacing ini untuk mengubah air laut yang didalamnya terlarut karbon dioksida menjadi molekul karbon kompleks dalam tubuhnya.
Untuk setiap mol ion hidrogen sulfida yang di konsumsi/diubah melalu proses kemosintesis maka akan dihasilkan 9 mol ion hidrogen (H+/ hidronium). Sementara cacing – cacing ini harus menciptakan proses biokimia yang efisien, ia juga harus mengeluarkan kelebihan H+(asam) yang telah diproduksi. Jika tidak mereka tentu akan mati karena pH yang sangat rendah.
Cacing – caing ini dapat bertahan dalam lingkungan yang mengandung hidrogen sulfida bercaun dengan cara memilih menyerap ion hidrogen sulfida dibandingkan molekulnya. Ion H2S tersedia dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan molekul hidrogen sulfida sebagai akibat dari reaksi kesetimbangan asam – basa berikut ini :
H2S(aq) + H2O(l) <==> H3O+(aq) + HS-(aq) Ka = 9,5 x 10-8
Penelitian juga menunjukkan bahwa cacing – cacing ini ternyata tidak bisa bertahan jika dibawa ke permukaan karena mereka akan langsung mati.
Untuk mempermudah penelitian, maka para beneliti dari Universitas California, Amerika Serikat telah membuat aquarium yang memiliki kondisi yang sama seperti di bawah laut yaitu memiliki tekanan tinggi, suhu yang rendah dan mengandung karbon dioksida, hidrogen sulfida dan oksigen dalam jumlah yang cukup sebagai makanan cacing – cacing ini.
Jika aquarium ini benar – benar bisa dibuat, maka para ahli akan memiliki banyak kesempatan untuk meneliti lebih lanjut tentang proses kimia yang terjadi pada cacing – cacing ini atau makhluk laut dalam lainnya.
Para peneliti juga menemukan hal lain yang menarik yaitu diduga bahwa organisme – organisme pertama yang hidup dipermukaan bumi, menggunakan proses yang sama dengan cacing – cacing dasar laut dalam ini untuk bertahan hidup. Hal ini didasarkan pada kondisi yang sama antara dasarlaut dalam dengan bumi pada zaman dahulu.
Wah menarik ya! Ternyata kimia itu tidak hanya ada di permukaan tetapi juga ada jauh ke dasar laut yang dalam.
Posting Komentar untuk "Kemosintesis : Reaksi Redoks Yang Terjadi Di Dasar Laut Dalam"